Senin, 26 Oktober 2020

SAR FLAVONOID TERPRENILASI

 Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dia cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan 3 jenis struktur, yaitu 1,3-diarilpropan (flavonoid), 1,2-diarilpropan (isoflavonoid), dan 1,1-diarilpropan (neoflavonoid). 



Ciri Struktur Flavonoid



1. Reaksi - Reaksi Flavonoid

   a) Reaksi Flavon dan Flavonol

     Flavon dan flavonol adalah jenis flavonoid yang sering ditemukan di alam, flavon mempunyai struktur dari 2 -fenilbenzofiran-4-on, sedangkan flavonol dapat dianggap 3- hidroksiflavon :

Oleh karena flavon adalah juga benzopiranon, maka flavon dan flavonol dengan asam mineral menghasilkan garam benzopirilium yang berwarna yang disebut juga  garam flavilium. Garam ini bila diperlakukan dengan basa menghasilkan kembali  senyawa flavon semula.  Dengan adanya gugus hidroksil (metoksil) pada posisi 5,7 atau 4’ yang mampu  menampung muatan positif pada posisi-posisi ini, maka struktur ini yang terlibat dalam  resonansi dari garam flavilium akan bertambah. Dengan perkataan lain, dengan adanya  gugus hidroksil (metoksil) pada posisi tersebut, maka ion flavilium menjadi lebih stabil,  yang berrarti pula bahwa kebasaan flavon tersebut akan bertambah. Adapun contoh terbentuknya garam flavilium adalah :

Flavon dan Flavonol dapat pula melakukan reaksi yang sejenin dengan y-piron. Bila flavon atau flavonol direduksi menjadi senyawa 4-hidroksi yang sebanding, selanjutnya diperlakukan dengan asam mineral, dihasilkan garam flavilium atau antosianidin. Misalnya 5-metilkuersetin bila direaksikan dengan litium aluminium hidrida  maka akan dihasilkan sianidin 5-metil eter seperti yang ditunjukkan berikut ini :

Flavon yang mengandung gugus metoksil atau hidroksil pada posisi 5 bila di panaskan dengan asam yodida akan mengalami demetilasi, diikuti oleh penataan ulang  sebagai akibat terbukanya cincin flavon dan resiklisasi. Proses ini disebut penataan ulang  Wessley-Moser. Selanjutnya, bila cincin B dari flavon mengandung gugus metoksil atau  hidroksil pada posisi 2’, maka penataan ulang W-M dari senyawa flavon ini akan menghasilkan suatu flavon dimana cincin B dari flavon semula akan berubah menjadi  cincin A pada flavon baru, seperti yang ditunjukkan oleh reaksi berikut ini :

Reaksi lainnya dari flavon dan flavonol berkaitan dengan sifat aromatik dari cincin A dan B atu berhubungan dengan substituen pada cincin tersebut. Sifat aromatik  dari cincin A dan B akan jelas terlihat pada senyawa-senyawa flavon yang mengandung  gugus-gugus hidroksil, yang berlaku sebagai fenol terhadap reaksi substitusi elektrofilik.  Bila cincin A dan B mengandung gugus hidroksil maka substitusi pertama-tama akan  terjadi pada cincin ini. Gugus hidroksil pada posisi 3 atau 7 akan mengarahkan substitusi  pada posisi 8, dan substitusi selanjutnya akan menghasilkan falvon dengan substituen  ganda pada posisi 6 dan 8. Sedangkan 5,7-dihidroksiflavon mengalami substitusi ganda  pada posisi 6 dan 8.  

Gugus hidroksil dari suatu hidroksiflavon , seperti lazimnya pada fenol, dapat dimetilasi menggunakan dimetil sulfat dan alkali menghasilkan metil eter. Gugus  hidroksil pada posisi 5, karena membentuk ikatan hidrogen dengan gugus karbonil pada posisi 4, agak sukar dimetilasi. Akan tetapi, metilasi lengkap dari suatu  polihidroksiflavon dapat dilakukan menggunakan dimetil sulfat yang berlebih. Metilasi  dari gugus hidroksil, kecuali gugus hidroksil pada 5, dapat pula dilakukan menggunakan  diazometan (CH2N2). Sebaliknya gugus metoksil dalam molekul metoksil flavon oleh asam yodida  diubah menjadi gugus hidroksil. Namun demikian, pada kondisi reaksi demetilasi ini,  flavon yang mengandung gugus metoksil (atau hidroksil) pada posisi 5 atau 2’ dapat  mengalami penataan ulang Wessley-Moser, seperti uraian sebelumnya. Reaksi-reaksi flavon yang berhubungan dengan cincin-cincin aromatik dan  substituen pada cincin tersebut dari molekul flavon dapat dilihat dalam reaksi-reaksi  berikut ini :

Senyawa-senyawa flavon dan flavonol sebagai turunan 2-fenilkromon, mengalami penguraian oleh basa, misalnya krisin diuraikan oleh NaOH menjadi asam asetat, asam benzoat, floroglusinol dan asetofenon. Begitu pula kuersetin diuraikan oleh KOH  menghasilkan floroglusinol, asam protokatekuat dan y-3,4 trihidroksiasetofenon. Reaksi-reaksi ini sangat berguna untuk manetapkan struktur dari flavon dan flavonol yang  selanjutnya dikukuhkan kembali dengan sintesa senyawa bersangkutan. Adapun reaksi- reaksi flavon dan flavonol dapat dilihat dalam uraian berikut ini :


 b) Reaksi Antosianin dan Antosianidin

   Antosianidin termasuk jenis flavonoid yang utama yang banyak ditemukan di alam dalam bentuk 3 atau 3,5 - glikosida disebut antosianin. Antosianin adalah senyawa-senyawa yang berperan dalam memberikan warna merah, ungu, dan biru pada kelopak  bunga dan buah.  Sebagai glikosida, semua antosianin larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut-pelarut organik. Akan tetapi antosianin dapat diendapkan dari larutannya sebagai garam  timbal yang berwarna biru, yang larut dalam asam asetat glasial menghasilkan warna  merah tua. Selanjutnya dihidrolisa dengan asam menghasilkan antosianidin dan gulanya.  Perbedaan individual antara antosianidin terletak pada tingkat hidroksilasi dari cincin  aromatik. Akan tetapi dari tiga jenis antosianidin yang utama yakni pelargonidin, sianidin  dan delfinidin, semuanya terhidroksilasi pada posisi 3,5 dan 7. Sedangkan perbedaan  individual antara senyawa-senyawa antosianin terletak pada posisi dari gugus glikosil  (residu gula) di dalam molekulnya. Contoh antosianin dan antosianin adalah :

Karakterisasi dari antosianin dapat dilakukan berdasarkan sifat fisik, seperti spektrum serapan, flourosensi dan warna dalam larutan penyangga. Antosianin memperlihatkan sifat amfoter, dimana warna larutan berubah-ubah tergantung pH seperti  terlihat dari contoh berikut :


Perubahan warna dari merah melalui ungu ke biru adalah ciri dari antosianin yang mengandung gugus-gugus hidroksil bebas pada cincin B dan terletak bersebelahan  seperti lazimnya ditemukan pada glikosida dai sianidin dan delfinidin. Oleh karena itu  glikosida dari pelarginidin tidak memperlihatkan perubahan warna yang menyolok.  Fenomena ini dapat digunakan untuk mengenal pola hidroksilasi dari cincin B dari  molekul antosianin yang dipisahkan dari suatu jaringan tumbuhan. Antosianin atau antosianidin diuraikan oleh basa, dimana struktur flavilium putus  pada atom oksigen dari cincin piroksinium, menghasilkan dua fragmen, yaitu  floroglusinol dan turunan asam benzoat. Penguraian ini dapat dilakukan bila antosianin  atau antosianidin dipanaskan dengan larutan barium hidroksida atau Natrium Hidroksida. 

   Antosianin atau antosianidin yang tidak mengandung gugus-gugus hidroksil bebas dan terikat bersebelahan, bereaksi dengan hidrogen peroksida menghasilkan turunan  asam benzoat. Reaksi penguraian oleh hidrogen peroksida ini terjadi karena pemutusan  ikatan antara C-2 dan atom C-3 dari cincin piroksonium, seperti reaksi berikut ini :


Reaksi-reaksi di atas dapat digunakan untuk menetapkan posisi dari gugus-gugus hidroksil pada cincin A maupun cincin B dari molekul antosianin dan antosianidin,  melalui pengenalan dari senyawa-senyawa hasil penguraian tersebut. Dengan demikian,reaksi penguraian ini dapat digunakan pula menetapkan struktur antosianin atau antosianidin yang ditemukan dari suatu jaringan tumbuhan.


2. Flavonoid Terprenilasi 

  Senyawa flavonoid terprenilasi merupakan metabolit sekunder utama yang terdapat dalam genus Artocarpus. Flavonoid yang terdapat dalam genus Artocarpus terdiri dari calkon, flavanon, dan flavon. Cincin B teroksigenasi pada posisi C-4’ atau C-2’, C-4’ atau C-2’, C-4’, C-5’. Sedangkan Intsia merupakan salah satu genus dari famili Leguminosae. Tumbuhan dari genus ini terdiri dari 8 spesies dan tersebat di Afrika bagian timur, Madagaskar sampai Melanesia, Micronesia dan Australia bagian utara. Senyawa golongan flavonoid juga ditemukan dalam gunus Intsia. Flavonoid yang telah diisolasi dari genus Intsia adalah senyawa turunan flavanon, flavanonol, dan flavanol. Cincin B teroksigenasi pada posisi C-4’ atau C-3’, C-4’ atau C-3’, C-4’, C-5’.Pola oksidasi tersebut sesuai dengan asal usul biosistesis flavonoid yang berasal dari gabungan jalur shikimat dan asetat malonat.

a) Prenilflavon

  Senyawa flavon terprenilasi baik oleh gugus isoprenil atau geranil yang telah diisolasi dari tumbuhan Artocarpus cukup banyak. Prenilasi terutama pada cincin A (C6 dan C8) dan  posisi C3. Senyawa flavon terprenilasi hanya pada C6 atau C8 yang telah diisolasi antara lain  sikloartokarpin A (10) oleh Lin [11] dari kayu akar A. heterophyllus. Kijjoa et.al [13]  mengisolasi artokarpesin (11) dari kayu batang A. elasticus. Wang [14] mengisolasi  artocamin C (12) dari akar A. chama, senyawa ini dilaporkan bersifat aktif sebagai antitumor.  Sikloaltilisin (13) yang diisolasi dari bud covers A. altilis oleh Patil [15] dilaporkan bersifat sebagai inhibitor cathepsin.


Senyawa flavon terprenilasi pada C6 atau C8 yang ditemukan memiliki pola Monooksigenasi cincin B pada posisi C-4′ atau dioksigenasi pada C-3′, C-4′ atau C-2′, C-4′. Pembentukan cincin kromen merupakan hal yang biasa terjadi pada senyawa golongan ini.

   Senyawa 3-prenil flavon memiliki pola trioksigenasi pada cincin B dengan posisi C- 2′, C-4′ dan C-5′. Senyawa kelompok ini yang memiliki tingkat oksidasi tertinggi. Banyak senyawa yang telah dilaporkan keberadaannya terutama dalam subgenus Artocarpus. Beberapa diantaranya yang telah berhasil diisolasi antara lain artonin E (14) dari kulit batang  A. scortechinii oleh Ferlinahayati [12], artonin E (14) juga disolasi dari kulit akar A. nobilis oleh Jayasinghe [16]. Artonin V (15) diisolasi dari kulit akar A. altilis oleh Hano [17]. Ko  [18] mengisolasi artelastoheterol (16) dari kulit akar A. elasticus.


b) Oksepinoflavon

         Senyawa dengan kerangka oksepinoflavon berasal dari 3-prenilflavon, dimana gugus prenil mengalami siklisasi oksidatif dengan gugus hidoksi pada C-2′ membentuk cincin segi  tujuh. Senyawa oksepinoflavon yang ditemukan kebanyakan memiliki pola C-2′,C-4′ dioksigenasi pada cincin B. Senyawa dengan struktur oksepinoflavon antara lain artelastinin (17) yang diisolasi dari kayu batang A. elasticus [19]. Artoindonesianin B (18) yang diisolasi dari kulit akar A. champeden oleh Hakim [20] memiliki sifat sitotoksik. Chan [21] dari kulit akar A. communis mengisolasi artocommunol C (19).


video terkait :

https://youtu.be/xib_ZintQZA


PERMASALAHAN :

1. Pada blog saya dituliskan bahwa Senyawa 3-prenil flavon yang lain yaitu dengan pola oksigenasi pada C2′,C4′ dan C5′ memiliki tingkat oksidasi tertinggi. Nah, Mengapa senyawa 3-prenil flavon memiliki tingkat oksidasi tertinggi diantara kelompok Prenilflavon yang lain ?

Selasa, 13 Oktober 2020

DEPROTEKSI GUGUS PELINDUNG DALAM SINTESIS ORGANIK


Didalam sintesis organik terdapat suatu istilah yaitu, Deproteksi. Deproteksi merupakan suatu keadaan dimana adanya penghilangan (reduksi) suatu gugus pelindung sehingga berubah menjadi suatu gugus fungsi awal. Apabila molekul mengandung beberapa gugus fungsional yang mirip, mungkin perlu dilindungi dengan cara yang berbeda, sehingga mereka juga dapat dihilangkan dengan kondisi yang berbeda-beda.    

Adanya penghilangan gugus pelindung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu sebagai berikut :

Solvolisis dasar penguraian oleh pelarut (contoh : Hidrolisis, Alkoholisis)

Hidrogenolisis

Logam berat

Ion fluoride

Fotolitik

Asam / basa

Elektrolisis

Eliminasi reduktif

β – eliminasi

Oksidasi

Substitusi nukleofilik

Katalisis logam transisi

Enzim


1. Misalnya untuk gugus keton (karbonil) digunakan gugus pelindung dengan dasar Reaksi antara aldehid dan keton akan menghasilkan asetal dan Reaksi antara alcohol dan keton akan menghasilkan ketal.

 

Mekanisme reaksinya yaitu :

Tahap 1

Tahap pertama merupakan  reaksi penambahan gugus pelindung (proteksi) terhadap gugus keton dengan menggunakan reagen etanadiol (OHCH2CH2OH) dan menggunakan pelarut TsOH (p-Toluenesulfonic acid monohydrate) dan benzen yang berfungsi untuk mendeaktifasi gugus karbonil (C=O) pada ester (alkil alkanoat) sehingga gugus pelindung tidak melindungi gugus karbonil pada ester tapi melindungi gugus keton.

Pada tahap ini, terbentuk gugus pelindung berupa ketal yang tahan dengan penambahan reduktor dan dengan mudah dilepaskan (deproteksi) menggunakan asam dan kalor. 

Pada mekanisme diatas, O dari etanadiol yang bermuatan negative menyerang karbonil yang bermuatan positif sehingga ikatan O lepas dan O menjadi bermuatan negatif, yang selanjutnya O bermuatan negatif tersebut akan mengikat H pada OH. Tahapan selanjutnya adalah proses reaksi dehidrasi (penghilangan molekul air) sehingga terbentuk gugus ketal.

Tahap 2

Tahap selanjutnya adalah terjadi reaksi reduksi oleh LiAlH4 menjadi senyawa alkohol.

Tahap 3

Pada tahap ini adalah tahap terakhir adalah reaksi deproteksi, yaitu penghilangan gugus pelindung ketal sehingga dihasilkan gugus fungsi awalnya yaitu keton dengan menggunakan H3O+ (suatu air yang diasamkan).

Pada tahap ini, OH dari air yang bermuatan negative menyerang H yang berada di sebelah atom O sehingga ikatan O disebelahnya menjadi rangkap dan ikatan O satu lagi akan lepas dan menjadi bermuatan negatif, dan selanjutnya O yang negatif tersebut akan mengikat H dari air, sehingga etanadiol  lepas dan terbentuk gugus keton seperti semula.

2. Mekanisme Proteksi dan Deproteksi Gugus Alkohol

          Reaksi gugus alkohol (RO-H) dengan tert-butil dimetil silil klorida dan imidazol.

  Mekanisme Proteksi Alkohol

      Alkohol direaksikan untuk melindungi bagian silil pada tert-butil dimetil silil klorida. Pada senyawa tert-butil silil dimetil klorida (TBDMS-Cl), atom -Cl akan bereaksi dengan atom hidrogen (-H) pada gugus R-OH. Dimana Oksigen pada R-O memiliki pasangan elektron bebas yang akan berikatan langsung dengan silil. Reaksi ini disebut reaksi substitusi. Dari reaksi substitusi tersebut, terbentuklah ikatan oksigen (R-O) dalam senyawa tert-butil dimetil silil klorida (TBDMS-Cl). Namun, senyawa yang terbentuk tersebut masih bersifat perantara. Oksigen berikatan dengan silil dan hidrogen berikatan dengan oksigen sehingga oksigen bermuatan positif. Sedangkan Cl- masih berada diluar. Dengan kehadiran imidazol, akan menarik atom hidrogen keluar sehingga akan membentuk ikatan antara TBDMS-Cl dengan gugus R-O. Imidazol akan mengikat anion  Cl- dan atom hidrogen (H+) membentuk HCl yang menjadi produk sampingan. 


    Mekanisme Deproteksi Alkohol

      Dari reaksi diatas, setelah terbentuk ikatan TBDMS-O-R dengan atom oksigen beserta alkilnya (R-O), gugus alkohol (R-O) akan dihilangkan (mengalami deproteksi).

  Dalam mekanisme deproteksi ini gugus alkohol menggunakan asam fluorida (H-F) sebagai deprotektor.Lalu, TBDMS-O-R yang berikatan dengan atom oksigen berserta alkilnya (R-O), atom fluorida (-F) pada H-F akan berikatan langsung pada bagian silil dari TBDMS-O-R sehingga membentuk TBDMS-F serta ion H+ yang ditinggalkan -F dari H-F (asam fluorida). Atom oksigen pada R-O lebih elektronegatif sehingga Si akan menarik elektron ke oksigen Sehingga didapatkan kondisi R-O- (disebut ion alkanolat) dan ikatan silil dengan atom fluorida yang muatannya telah netral. R-O- yang bermuatan negatif akan berikatan dengan atom hidrogen (H+) sehingga akan terbentuk kembali gugus alkohol (RO-H). 


Video terkait :

https://youtu.be/2HymGUQLIis


PERMASALAHAN :

1. Didalam blog saya terdapat reaksi gugus alkohol (RO-H) yang direaksikan dengan tert-butil dimetil silil klorida dan imidazol. Dimana pada reaksi tersebut untuk mendeproteksi gugus alkohol digunakan asam fluorida (H-F). Nah, bagaimana yang terjadi apabila suatu gugus alkohol dideproteksi dengan asam lainnya ?

Rabu, 07 Oktober 2020

GUGUS-GUGUS PELINDUNG SINTESIS SENYAWA ORGANIK


Gugus pelindung merupakan suatu gugus fungsional yang digunakan untuk melindungi gugus tertentu agar tidak turut bereaksi dengan pereaksi atau pelarut selama proses sintesis kimia sedang berlangsung.  Gugus pelindung  ditambahkan ke dalam molekul melalui modifikasi kimia pada suatu gugus fungsi  untuk mencapai kemoselektivitas pada reaksi kimia selanjutnya. Gugus ini memiliki peranan yang  penting dalam sintesis organik multitahap. Dalam banyak preparasi senyawa organik, beberapa bagian spesifik pada molekul tidak dapat bertahan pada kondisi reaksi atau pereaksi yang digunakan. Sehingga, bagian atau gugus tersebut harus dilindungi.

Misalnya pada litium aluminium hidrida sangat reaktif yang merupakan pereaksi yang sangat beguna untuk mereduksi ester menjadi alkohol. Pereaksi tersebut akan mudah sekali bereaksi dengan gugus karbonil, tanpa dapat menseleksi  yang mana gugus karbonil yang seharusnya dapat  direduksi. Ketika reduksi ester dibutuhkan namun terdapat gugus karbonil lainnya dalam molekul target tersebut, penyerangan hidrida pada gugus karbonil tersebut harus dicegah. Misalnya, karbonil diubah ke dalam gugus asetal, yang tidak bereaksi dengan hidrida. Asetal tersebut kemudian disebut sebagai gugus pelindung karbonil. Setelah tahapan yang memerlukan hidrida telah  selesai dilakukan, asetal tersebut dihilangkan (direaksikan dengan asam berair), mengembalikannya ke gugus karbonil semula. Tahapan ini disebut sebagai deproteksi.



Gugus pelindung  mempunyai persyaratan untuk bisa bereaksi dalam reaksi kimia, yaitu sebagai berikut :

1. Gugus pelindung yang digunakan harus lebih reaktif

2. Gugus pelindung yang dipakai harus dengan mudah bereaksi dengan molekul target.

3. Kondisi reaksi dalam memasukkan gugus pelindung harus stabil.

4. Dapat dimasukkan pada kondisi reaksi ringan

5. Gugus pelindung harus dapat dengan mudah dihilangkan tanpa mengganggu reaksi akhirnya

 

Berikut beberapa Gugus pelindung yang umum digunakan, antara lain :

Kelompok Hidroksi

Kelompok hidroksil harus dilindungi selama oksidasi, asilasi, halogenasi, dehidrasi dan reaksi lain yang rentan. Gugus hidroksil dilindungi dengan membentuk eter alkil nya, eter alkoksialkil, eter silil dan ester. Namun, eter lebih disukai ester karena stabilitas nya dalam asam asetat dan kondisi dasar.

a)    Alkil eter dan alkoksialkil

Alkil eter umumnya disiapkan dengan penambahan asam-katalis dari alkohol ke alkena atau Sintesis eter Williamson
                                    

Eter tetrahidropiranil yang stabil untuk basis dan perlindungan akan dihapus oleh asam-katalis hidrolisis. Misalnya, geraniol (1.60) dilindungi sebagai geraniol tetrahidropiranil eter di hadapan piridinium p-toluenesulfonate (PPTs) reagen.  Dan eter dibelah dengan PPTs di ethanol 39 hangat.
 



Namun, pembentukan THP eter merupakan  sebuah pusat stereogenik baru. Pengenalan eter THP ke molekul kiral sehingga menghasilkan pembentukan diastereoisomer. Fenol dilindungi sebagai metil ethers 40, 41, ters-butil eter, eter alil dan benzil eter. Aril eter Propargylic (ester) yang dibelah oleh benzil trietil ammonium tetra tiomolibdat dalam asetonitril di kamar dengan temperatur 52. Ester alil tidak dibelah di bawah kondisi ini. Electroreduction di hadapan Ni-bipiridin kompleks seperti katalis lain dengan metode untuk mempengaruhi deproteksi dari propargil ethers53.

b)    Eter silil

Perlindungan gugus hidroksil melalui pembentukan eter silil telah banyak digunakan dalam sintesis organik. Eter silil tahan terhadap oksidasi, sudah baik termal stabilitas, viskositas rendah dan mudah diperoleh dari senyawa awal nya. Banyak metode yang dapat digunakan untuk sintesis eter trialkilsilil. Alkohol bereaksi cepat dengan trialkilsilil klorida (R3SiCl) untuk memberikan trialkilsilil ethers59 (ROSiR3) dengan adanya basis amina seperti trietilamina, piridin, imidazole atau 2,6-lutidine. Tidak seperti 3-alkil halida, klorida trialkilsilil (R3SiCl) menjalani substitusi nukleofilik dengan mekanisme yang mirip dengan SN2 tersebut. Anion enolat yang diperoleh dari alkohol bereaksi dengan klorida trialkilsilil (R3SiCl), menghasilkan eter trialkilsilil (R3SiOR) oleh substitusi pada oksigen. Kekuatan luar biasa dari Si-O obligasi dikombinasi lagi C-Si panjang ikatan (Crowding kurang sterik) berfungsi untuk menstabilkan transisi.

                                         

c)     Ester

Asilasi alkohol merupakan reaksi penting bagi ahli kimia organik sintetik, itu secara historis digunakan untuk derivatisasi dan karakterisasi alkohol. Asilasi biasanya dilakukan dengan menggunakan asil klorida atau anhidrida yang sesuai di hadapan dari dasar seperti trietilamina atau piridin. Laju reaksi cepat dapat dicapai dengan menambahkan 4 -(dimethylamino) piridin (DMAP) sebagai co-katalis.

 

Dengan kondisi tersebut, substrat dasar-sensitif dapat mengalami dekomposisi. Untuk menghindari Kelemahan ini, protik dan Lewis asam dapat dimanfaatkan, seperti asam p-toluenasulfonat, seng klorida, kobalt klorida atau triflat skandium. Asetat, chloroacetate, benzoat, p-metoksi benzoat, benzil karbonat (Cbz), tertbutyl karbonat (Boc) dan 9 -(Fluorenylmethyl) karbonat (Fmoc) biasanya disiapkan untuk melindungi gugus hidroksil.

Berikut ini tabel mekanisme reaksi dalam sintesis organik :

 


 Video terkait :

https://youtu.be/O96B5Cc5PLg


PERMASALAHAN :

1. Gugus pelindung memiliki beberapa persyaratan tertentu untuk dapat bereaksi dalam reaksi kimia. Salah satunya yaitu Kondisi reaksi dalam memasukkan gugus pelindung harus stabil. Nah, Bagaimana yang terjadi apabila kondisi reaksi saat memasukkan gugus pelindung tidak stabil ?

SENYAWA TURUNAN STEROID

Steroid merupakan kelompok senyawa yang penting dengan struktur dasar sterana jenuh dengan 17 atom karbon dan 4 cincin. Senyawa yang termasu...